More Than Words
Aku terkadang merasa 'jijik' ketika ada sepasang kekasih harus mengucapkan "I Love You" dengan suara yang lantang. Seolah dunia harus tahu bahwa mereka ini tengah di mabuk asmara. Nyah !
Kenapa di dunia ini harus ada kata - kata seperti itu? Tidak bisakah diungkapkan dengan bahasa atau kiasan yang lain tanpa harus berteriak layaknya anak kecil yang dibelikan mainan baru oleh orang tuanya? Aku rasa dunia ini semakin 'tidak waras' saja.
Namun untuk sekarang, aku harus berjibaku dengan kata - kata itu setiap harinya, karena tuntutan profesiku yang tak lain seorang pemain film.
"Bisa 'kan tidak harus bilang 'I Love You' untuk adegan ini, Jo? Aku risih." pintaku dengan setengah merengek kepada sutradara muda itu. Kali ini Jo berhasil mematahkan alasanku. "Demi profesionalitas, Vi. Demi rating, demi popularitas kamu juga."
Kewajibanku sebagai seseorang yang 'profesional' sudah lepas. Sudah lepas untuk mengatakan "I Love You" berulang kali di depan lawan mainku. Evan Sebastian. Namanya juga akting, tidak ada rasa saat aku mengatakannya di depan kamera.
Namun semua itu berubah setelah aku mengenal dengan sosok yang bernama Michel Arysio. Sebagai seorang produser muda, dia mampu membawahi karyawan yang umurnya lebih tua darinya. Tak lain karena kharisma.
Setelah aku (hampir) mendapatkan hatinya, rasanya aku haus akan kata 'I Love You' darinya meskipun with his own term yang aku cari selama ini.
Tidak perlu harus berteriak lantang supaya dunia tahu bahwa 'kami' sedang jatuh cinta. Dengan tatapan dan senyuman yang berarti dunia sudah lebih dari sekedar tahu. Seolah langit menjadi saksi bisu yang tersenyum apa yang sebenarnya terjadi.
#FF2in1 by @nulisbuku
Kenapa di dunia ini harus ada kata - kata seperti itu? Tidak bisakah diungkapkan dengan bahasa atau kiasan yang lain tanpa harus berteriak layaknya anak kecil yang dibelikan mainan baru oleh orang tuanya? Aku rasa dunia ini semakin 'tidak waras' saja.
Namun untuk sekarang, aku harus berjibaku dengan kata - kata itu setiap harinya, karena tuntutan profesiku yang tak lain seorang pemain film.
"Bisa 'kan tidak harus bilang 'I Love You' untuk adegan ini, Jo? Aku risih." pintaku dengan setengah merengek kepada sutradara muda itu. Kali ini Jo berhasil mematahkan alasanku. "Demi profesionalitas, Vi. Demi rating, demi popularitas kamu juga."
Kewajibanku sebagai seseorang yang 'profesional' sudah lepas. Sudah lepas untuk mengatakan "I Love You" berulang kali di depan lawan mainku. Evan Sebastian. Namanya juga akting, tidak ada rasa saat aku mengatakannya di depan kamera.
Namun semua itu berubah setelah aku mengenal dengan sosok yang bernama Michel Arysio. Sebagai seorang produser muda, dia mampu membawahi karyawan yang umurnya lebih tua darinya. Tak lain karena kharisma.
Setelah aku (hampir) mendapatkan hatinya, rasanya aku haus akan kata 'I Love You' darinya meskipun with his own term yang aku cari selama ini.
Tidak perlu harus berteriak lantang supaya dunia tahu bahwa 'kami' sedang jatuh cinta. Dengan tatapan dan senyuman yang berarti dunia sudah lebih dari sekedar tahu. Seolah langit menjadi saksi bisu yang tersenyum apa yang sebenarnya terjadi.
#FF2in1 by @nulisbuku
Comments
Post a Comment